BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ini makin marak dipublikasikan
di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas
dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh
masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan
negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat
yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melekukan tindak korupsi. Maka
dari itu, di sini kami akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya
untuk memberantasnya.
Indonesia,
sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi,
terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai
saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan - peraturan,
antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti
korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling monumental
dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar
hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditambah lagi dengan dua
Perpu, lima Inpres dan tiga Kepres. Di kalangan masyarakat telah berdiri
berbagai LSM anti korupsi seperti ICW, Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan
badan-badan lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon terhadap uapaya
pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan demikian pemberantasan dan
pencegahan korupsi telah menjadi gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet
peraturan, dan partisipasi masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan
sikap,dan pikiran kita dari tindakan korupsi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai
berikut :
a) Apa yang dimaksud dengan korupsi?
b) Apasajakah
Bentuk, jenis, ciri-ciri, sebab-sebab, dampak serta langkah-langkah
pemeberantasan korupsi?
c) Bagaimana gambaran umum tentang korupsi di Indonesia ?
d) Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
e) Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
f) Bagaimana peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi ?
g) Upaya apa yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a) Mengetahui pengertian dari korupsi.
b) Mengetahui
Bentuk, jenis, ciri-ciri, sebab-sebab, dampak serta langkah-langkah
pemeberantasan korupsi
c) Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia.
d) Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
e) Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
f) Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan
korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi berasal
dari bahasa Latin : corruptio dari
kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok . Secara harfiah, korupsi
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Meskipun kata
corruption itu luas sekali artinya,namun sering corruptio dipersamakan artinya
dengan penyuapan seperti disebut dalam ensiklopedia Grote Winkler Prins (1977)
PP Pengganti UU Nomor
24 Tahun 1960, mengartikan korupsi sebagai "tindakan seseorang yang dengan
atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan keuangan atau perekonomian negara dan daerah atau merugikan keuangan suatu
badan hukum lain yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau
badan hukum lain yang memergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari
Negara atau masyarakat", dst.
Kemudian Robert
Klitgaard dalam bukunya Controlling Corruption (1998), mendefinisikan korupsi
sebagai "tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah
jabatan Negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi
(perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau untuk melanggar
aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi". Kemudian secara
singkat Komberly Ann Elliott dalam Corruption and The Global Economy
menyajikan definisi korupsi, yaitu "menyalahgunakan jabatan pemerintahan
untuk keuntungan pribadi".
Menurut pasal 25
(penghabisan) perpu nomor 24 tahun 1960 ini disebut peraturan pemberantasan
korupsi diatas saya namakan undang undang anti-korupsi
pasal , menentukan bahwa tindak pidana korupsi adalah :
pasal , menentukan bahwa tindak pidana korupsi adalah :
a) Tindaakan
seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian nergara atau daerah atau
merugikan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah
atau badan hukum lain yang mempergunakan modal atau kelonggaran kelonggaran
dari Negara atau masyarakat
b) Perbuatan
seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau badan dan dilakukan dengan menyalahgunakan
jabatan atau kedudukan
c)
Kejahatan-kejahatan tercantum dalam pasal 17-21 peraturan ini dan dalam pasal
209, 210,415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435, kitab undang undang hukum
pidana.
Dari sudut pandang
hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai
berikut:
- perbuatan melawan hukum;
- penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
- memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
- merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di
antaranya:
- memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
- penggelapan dalam jabatan;
- pemerasan dalam jabatan;
- ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
- menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas,
korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi
dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam
bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan,
sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti
harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di
bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi
atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas
dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya,
sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan. Tergantung
dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai
politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga
yang tidak legal di tempat lain.
2.2 Faktor
Pendorong Terjadinya Korupsi di Indonesia
Faktor – faktor
pendoroong terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia secara garis besar
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
- Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
- Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
·
Sikap mental para
pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada kesadaran
bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh
pejabat pemerintah.
- Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
- Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
- Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
- Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
- Lemahnya ketertiban hukum.
- Lemahnya profesi hukum.
- Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji
atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari
makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain
" pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab
yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji
pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut
tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi
satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan,
orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol
dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh
Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of
three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula
J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960
situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai,
gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami
bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak
diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang
diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah,
2007)
- Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
- Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
2.3 Dampak
negatif korupsi
Dampak negatif korupsi dapat di kelompokkan menjadi
tiga bidang.
a) Terhadap demokrasi
Korupsi menunjukan
tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi
di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan
publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
b) Terhadap perekonomian
Korupsi juga
mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga
mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam
sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari
pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko
pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan
bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus
yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat
untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan
distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang
mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah
kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang
akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan
syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain.
Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan
menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
c) Terhadap kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di
banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi
politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh
lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan
perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus
"pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
2.4 Persepsi Masyarakat Tentang
Korupsi
Persepsi Masyarakat tentang Korupsi Rakyat kecil yang tidak
memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya
bersikap acuh tak acuh.Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat
menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktikpraktik korupsi oleh be-berapa
oknum pejabat lokal, maupun nasional. Kelompok mahasiswa sering menanggapi
permasalahan korupsi dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat
adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran
kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup
berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap
perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin
berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem
pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan
kesejahteraan yang merata.
2.5 Peran Serta Pemerintah
dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengawali upayaupaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan
aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang
diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN. Adapun agenda
KPK adalah sebagai berikut : Membangun kultur yang mendukung pemberantasan
korupsi. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan
mewujudkan good governance. Membangun kepercayaan masyarakat. Mewujudkan
keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar. Memacu aparat hukum lain
untuk memberantas korupsi.
2.6 Upaya yang Dapat
Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan (preventif).
1. Menanamkan
semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan
negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
2. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan
teknis.
3. Para pejabat
dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab yang
tinggi.
4. Para pegawai
selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
5. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja
yang tinggi.
6. Sistem
keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
7. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang
mencolok.
8. Berusaha
melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan melalui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
b. Upaya penindakan (kuratif).
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan
dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a) Dugaan
korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda
NAD (2004).
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru,
Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen
keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan
Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d) Dugaan
penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan negara Rp
10 milyar lebih (2004).
e) Dugaan
korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari
BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f) Kasus korupsi dan
penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g) Kasus penyuapan panitera
Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus penyuapan Hakim
Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i) Menetapkan seorang bupati di kalimantan timur
sebagai tersangka dalam kasus korupsi bandara loa kolu yang diperkirakan
merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j) Kasus korupsi di KBRI
Malaysia (2005).
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
2. Tidak bersikap apatis dan
acuh tak acuh.
3. Melakukan kontrol sosial pada setiap
kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
4. Membuka
wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara
dan aspek-aspek hukumnya.
5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek
pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk
kepentingan masyarakat luas
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
1. Indonesia
Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang mengawasi dan
melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari
sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui
usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di
Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki
pemerintahan pasca Soeharto yg bebas korupsi.
2. Transparency
International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi
korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang
menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang
demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi
Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia,
disusul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005,
Indonesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia
adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan
Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay,
Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah
negara terbebas dari korupsi.
III
PENUTUP
Tindakan seseorang yang
dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan keuangan atau perekonomian Negara dan daerah atau merugikan keuangan
suatu badan hukum lain yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah
atau badan hukum lain yang memergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari
Negara atau masyarakat .
korupsi membawa banyak
sekali pengaruh negatif yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat,
antara lain dampaknya terhadap demokrasi, terhadap perekonomian negara, dan
tentu saja terhadap kesejahteraan umum negri ini . banyak sekali contoh-contoh
kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia korupsi di Indonesia
difahami sebagai perilaku pejabat dan atau organisasi (Negara) yang melakukan
pelanggaran, dan penyimpangan terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan
yang ada.
Sebagai fenomena
pembangunan, korupsi terjadi dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh
negara atau pemerintah. Setiap tindak pidana korupsi baik dalam bentuk penyogok
atau sebagai penerima sogok akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku tentang tindak pidana korupsi .
Sejauh ini pemerintah
terus melakukan upaya dalam memberantas korupsi . salah satunya adalah dengan
membentuk lembaga pemberantasan korupsi yang saat ini dikenal dengan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) . selain itu pemerintah juga memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat dalam membantu upaya
pemberantasan korupsi di negri ini . namun hal ini tidak akan sempurna tanpa
adanya dukungan dari komponen utama dan terbesar yaitu masyarakat umum .
Untuk itu sebenarnya
usaha yang paling efektif untuk memerngi korupsi di Indonesia adalah kerja sama
yang baik antara pemerintah dengan masyarakat umum. Selain itu peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM) akan meminimalisir trejadinya tindak pidana
korupsi .
Hukum yang tegas juga
diperlukan untuk menjerat para ”tikus berdasi “ini yang
mencuri hak rakyat .
Kombinasi antara semua
aspek yang telah disebutkan di atas adalah upaya sempurna dalam memerangi
masalah korupsi di indonesia .
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
a. Korupsi adalah penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan
pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau
dishonest (ketidakjujuran).
b. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde
Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya.
Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami
krisis politik, sosial, kepemimpinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi
krisis multidimensi.
c. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan
acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan
emosi dan demonstrasi.
d. Fenomena umum yang biasanya terjadi di
Indonesia ialah selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun
sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin
memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
e. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan
melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi.
f. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dlam
memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain :upaya pencegahan
(preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan
upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar